Ada Apa
setelah Ramadhan?
Khutbah id 1443 h/2020 M
Ustadz Abdul Qodir, Lc.
(Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa)
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
إنَّ الحمد لله؛ نحمده، ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ
بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، مَن يهده الله؛ فلا مضلَّ له، ومن يُضلل؛
فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده
ورسوله.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}.
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا}
«أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ
اللَّهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
Jama’ah shalat id –rahimakumullah-, pada hari
ini, kaum muslimin mengumandangkan takbir:
الله أكبر، الله أكبر، الله
أكبر، لا إله إلا الله،
الله أكبر، الله أكبر، الله
أكبر، ولله الحمد
Kumandang
takbir, tahlil dan tahmid ini membahana seantero dunia sebagai bentuk taqdis
‘penyucian’ bagi Allah, Pemilik alam semesta ini.
Kumandang
takbir, tahlil, dan tahmid sebagai bentuk kesyukuran atas selesainya tugas
mulia berupa puasa dan ibadah-ibadah lainnya selama Ramadhan.
Ramadhan adalah
bulan ibadah dan bulan panen pahala bagi seluruh kaum muslimin. Di hari id ini,
bergembiralah setiap mukmin yang mengisi hari-harinya dengan puasa, tarwih,
sedekah, membaca Al-Qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya sehingga ia telah
mencatatkan bekal terbaiknya ke negeri akhirat.
Jama’ah shalat
id –rahimakumullah-, Ramadhan adalah bulan untuk berbenah diri dari yang buruk
menjadi baik, dan dari baik menjadi semakin baik.
Seorang mukmin
yang cerdik akan menjadikan Ramadhan adalah bulan yang ia melatih diri dalam
mengontrol syahwat dan hawa nafsu yang sering kali menjemusukan manusia kepada
berbagai keburukan.
Ia jadikan
Ramadhan sebagai pintu untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah –jalla wa
alaa-. Sebab, tidak ada kebaikan bagi seorang hamba, melainkan ia mendekatkan
diri kepada Tuhannya.
Ramadhan membawa
pesan-pesan mulia yang tersirat di dalamnya bahwa seorang hamba hendaknya
memulia hidupnya kebaikan dan ibadah; kebaikan dan ibadah yang tidak hanya
terhenti dan terbatas pada bulan Ramadhan, lalu terputus setelahnya! Sama
sekali tidak demikian halnya!
Melalui Ramadhan
ini Allah ingin membentuk pribadi dan karakter kita menjadi manusia-manusia
yang penuh kebaikan dan keberkahan melalui ibadah-ibadah yang terdapat di
dalamnya :
1/ Melalui Ramadhan ini, Allah ingin membentuk lisan kita
agar tidak mengucapkan, melainkan sesuatu yang baik dan bermanfaat.
Oleh karena itu,
Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- pernah mewanti-wanti kita agar dalam
berpuasa lisan ini dilatih untuk tidak mengucapkan kalimat-kalimat kotor dan
keji.
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
«وَإِذَا كَانَ
يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ
أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ»
“Jika datang
hari puasanya salah seorang di antara kalian, maka janganlah ia mengucapkan
kata-kata yang kotor, dan jangan pula berteriak-teriak. Lantaran itu, jika ada
orang yang mencaci-makinya, atau melawannya, maka hendaknya ia katakan,
“Sungguh aku ini orang yang puasa”.
[HR. Al-Bukhoriy
dan (no. 1904), dan Muslim (no. 1151)]
Al-Qodhi Syuraih
berkata,
وَإِنَّ هَانِئًا لَمَّا حَضَرَ رُجُوعُهُ إِلَى
بِلَادِهِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَخْبِرْنِي
بِأَيِّ شَيْءٍ يُوجِبُ لِيَ الْجَنَّةَ؟ قَالَ: «عَلَيْكَ بِحُسْنِ الْكَلَامِ،
وَبَذْلِ الطَّعَامِ»
“Sesugguhnya
Hani’ (ayah Syuraih), tatkala waktu kepulangannya ke kampung halamannya, maka
ia pun mendatangi Nabi –shallallahu alaihin wa sallam- seraya bertanya,
“Kabarilah aku tentang sesuatu apakah yang akan menyebabkan aku mendapatkan
surga?”
Jawab Nabi
–shallallahu alaihi wa sallam-, “Hendaknya engkau mengucapkan ucapan yang baik,
dan memberi makan (kepada manusia).”
[HR. Al-Bukhoriy
dalam Al-Adab Al-Mufrod (no. 811). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih
At-Targhib (no. 2699)]
Hendaknya
seorang mukmin senantiasa menjaga ucapannya dari kalimat-kalimat yang buruk.
Sebab, ucapannya akan ia pertanggungjawabkan di negeri akhirat.
Ucapan adalah
cermin bagi keimanan seorang hamba. Jika ucapannya baik dan indah, maka itu
adalah tanda bahwa hatinya baik dan indah. Tidak mungkin seorang yang baik
hatinya akan mengucapkan kata-kata yang keji dan buruk. Sebab, keimanan yang
yang ada di hatinya akan mendorongnya mengucapkan kalimat-kalimat yang
membuahkan pahala baginya di sisi Allah. Sedangkan kalimat-kalimat yang buruk
akan ia jauhi; kalimat-kalimat yang melahirkan dosa bagi di sisi Allah.
Rasulullah –shallallahu
alaihi wa sallam- bersabda,
«لاَ يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ
عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ، وَلاَ يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى
يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ».
“Tidak akan
lurus keimanan seorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak akan lurus hatinya
sampai lisannya lurus.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (no. 13048). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah
(no. 2841)
Jamaah shalat id
–rahimakumullah-, hendaknya setiap orang di antara kita mengingat bahwa
banyak orang yang gampang mengucapkan kalimat-kalimat kotor dan buruk, sedang
ia tidak menyadari bahwa dirinya akan disiksa gara-gara lisannya!
Nabi
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
المستدرك على الصحيحين للحاكم
(4/ 319)
وَهَلْ يُكَبَّ النَّاسِ
عَلَى مَنَاخِرِهِمْ فِي جَهَنَّمَ إِلَّا مَا نَطَقَتْ بِهِ أَلْسِنَتُهُمْ فَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَسْكُتْ عَنْ شَرٍّ، قُولُوا خَيْرًا
تَغْنَمُوا، وَاسْكُتُوا عَنْ شَرٍّ تَسْلَمُوا»
“Tidak ada yang
membuat manusia tersungkur di atas wajahnya ke dalam neraka, melainkan karena sesuatu
yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka!
Karena itu,
barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia
mengucapkan yang baik atau diam dari ucapan yang buruk!
Ucapkanlah
sesuatu yang baik, niscaya kalian akan mendapatkan ghanimah, dan diamlah dari
sesuatu yang buruk, niscaya kalian akan selamat.”
[HR. Al-Hakim
dalam Al-Mustadrok (no. 7774), dan hadits ini di-shohih-kan oleh
Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 412)]
Di antara perkara yang akan menjaga dan
menyelamatkan lisan kita adalah memperbanyak membaca kalamullah. Oleh karena
itu, Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya di bulan Ramadhan
memperbanyak membaca Al-Qur’an dan menamatkannya.
2/ Allah ingin membentuk diri kita menjadi orang yang
peduli terhadap sesama melalui ibadah puasa yang kita tunaikan.
Puasa
mengajarkan kita kepedulian terhadap orang-orang yang ada di sekitar kita, baik
ia non-muslim, apalagi ia muslim.
Tidakkah kita
merasakan lapar, dan haus? Tentu saja kita merasakannya. Nah, demikian pula
orang-orang yang ada di sekitar kita; ada orang-orang yang susah dan miskin
yang terkadang mereka makan hari, esok hari belum tentu. Ada di antara mereka
yang hanya makan sekali dalam sehari saja. Bahkan ada di antara mereka yang
berhari-hari dililit perihnya rasa lapar dan haus.
Dengan ibadah
puasa ini, Allah ingin menumbuhkan kepedulian kita untuk memberikan perhatian
dan kasih sayang kepada sesama manusia.
Lantaran itu, di
dalam Islam kita dianjurkan bersedekah dan berinfak kepada setiap insan yang
memerlukan uluran tangan kita.
Ajaran berbagi
ini tampak dalam Ramadhan ini melalui kegiatan buka puasa bersama, dan juga
dalam zakat fitri yang kita salurkan kepada fakir miskin yang juga berhak
merasakan kebahagiaan bersama kita hari ini dan hari-hari setelahnya.
Dari Zaid bin
Kholid Al-Juhaniy –radhiyallahu anhu-; beliau berkata, Rasulullah –shallallahu
alaihi wa sallam- bersabda,
«مَنْ فَطَّرَ
صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ
الصَّائِمِ شَيْئًا»
أخرجه الترمذي (3/ 162) (رقم
: 807)، وابن ماجه (1/ 555) (رقم : 1746)، وصححه الألباني في صحيح الترغيب
والترهيب (1/ 623) (رقم : 1078)
“Siapapun yang
memberikan makanan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia akan
mendapatkan pahala seperti pahala orang itu. Hanya saja hal itu tidak
mengurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.”
[HR.
At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 807), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya
(no. 1746). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib
(no. 1078)]
Memberi makan
kepada manusia adalah amalan orang-orang sholih terdahulu.
Allah –azza wa jalla- berfirman,
{وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ
مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا (8) إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا
نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا (9)} [الإنسان: 8، 9]
“Dan
mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan, (sambil
berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan
kepada kalian hanyalah karena mengharapkan
keridhaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kalian.” [QS. Al-Insaan : 8-9]
Allah –azza wa
jalla- bukan hanya memerintahkan orang-orang beriman untuk memberi makan kepada
orang-orang susah dari kalangan fakir miskin, anak-anak yatim, janda-janda yang
lemah, dan orang-orang tua, atau tawanan, bahkan Allah mengancam dan mencela
mereka yang kikir dalam memberi makan kepada mereka, sebagaimana yang Allah
terangkan dalam firman-Nya,
{كَلَّا بَلْ
لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (17) وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
(18) وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا (19) وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا
جَمًّا (20)} [الفجر: 17 - 20]
“Sekali-kali
tidak! Bahkan kalian tidak memuliakan anak yatim (17), dan kalian tidak saling mengajak memberi makan orang miskin (18),
sedangkan kalian memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang
haram) (19), dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan
(20).” [QS. Al-Fajr : 17-20]
Muslim
yang terbaik adalah mereka yang peduli terhadap kaum fakir dan miskin.
Dari Abdullah
bin Amr –radhiyallahu anhuma-,
أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ: «تُطْعِمُ الطَّعَامَ،
وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ»
“Ada seorang
lelaki bertanya kepada Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, ‘Islam apakah yang
terbaik?’
Jawab Nabi
–shallallahu alaihi wa sallam-, “Engkau memberi makan, dan mengucapkan salam
kepada orang yang kamu kenal dan orang tidak kamu kenal.”
[HR. Al-Bukhoriy
dalam Shohih-nya (no. 12), dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 39)]
Jamaah shalat id
–rahimakumullah-,
3/ Melalui
Ramadhan ini, Allah ingin membentuk kita menjadi insan-insan bertakwa dengan
turunnya perintah berpuasa.
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ} [البقرة: 183]
“Wahai orang-orang
yang beriman, telah ditetapkan bagi kalian berpuasa (di bulan Ramadhan)
sebagaimana halnya telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian agar kalian
bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh
: 183)
Allah ta’ala
memanggil kita dengan panggilan termulia, “Wahai orang-orang yang beriman...”.
Karena, tidak yang siap menyambut panggilan dan perintah, melainkan orang-orang
yang beriman.
Abdullah bin
Mas’ud Al-Haudzaliy –radhiyallahu anhu- berkata,
«إِذَا سَمِعْتَ
اللَّهَ _عَزَّ وَجَلَّ_ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ: {يَا أَيُّهَا
الذين آمنوا}، فَأَصْغِ لَهَا سَمْعَكَ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ تُؤْمَرُ بِهِ،
أَوْ شَرٌّ تُصْرَفُ عنه»
“Jika engkau
mendengarkan Allah berfirman di dalam Kitab-Nya, “Wahai
orang-orang yang beriman”, maka pasanglah telingamu terhadap ayat itu!
Karena, itu adalah kebaikan yang engkau akan diperintahkan dengannya, atau
keburukan yang engkau akan dialihkan darinya.” [HR. Ibnu Manshur Al-Khurosaniy dalam Sunan-nya (1/211) (no. 50 dan 848)]
Ketika Allah memanggil
kita dengan panggilan iman, maka pasti setelahnya akan ada pesan penting dan
nasihat berharga. Nah, salah satu nasihat penting tersebut adalah perintah
untuk berpuasa pada bulan Ramadhan.
Ketahuilah bahwa
di dalam syariat puasa pasti terdapat manfaat bagi dunia dan akhirat kita. Di
dunia, manfaat puasa amat terasa. Sebab :
* Puasa akan
menumbuhkan semangat dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah
–ta’ala-.
* Puasa akan
melahirkan solidaritas di antara orang-orang beriman di seluruh belahan bumi.
* Puasa akan
memupuk jiwa sosial dan kepedualiaan. Dengan merasakan lapar dan haus di siang
hari Ramadhan saat kita berpuasa, maka hal ini akan mengingatkan kita tentang
kesusahan dan penderitaan saudara-saudara kita yang miskin dan saudara-saudara
kita yang mengalami kelaparan karena paceklik, peperangan atau karena
sebab-sebab lainnya. Dari sini, kita akan terpanggil untuk selalu bersedekah
dan berinfak pada bulan suci ini, dan pada bulan-bulan berikutnya.
* Puasa akan
membantu kita dalam mengontrol dan mengekang hawa nafsu yang sering kali
menjerumuskan manusia dalam dosa dan pelanggaran.
* Puasa yang
merupakan salah satu bentuk kesabaran yang akan melahirkan banyak pahala,
terlebih lagi jika ditunaikan karena Allah di bulan Ramadhan yang berkah ini.
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
صحيح البخاري (3/ 26)
1904 -
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ، عَنِ
ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ الزَّيَّاتِ،
أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «قَالَ اللَّهُ: (كُلُّ عَمَلِ ابْنِ
آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ)،
وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ
وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي
امْرُؤٌ صَائِمٌ»
“Allah berfirman,
“Setiap amalan anak cucu Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Karena, puasa itu
adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan memberinya balasan.
Puasa itu adalah
perisai (dari neraka).
Jika datang hari
puasanya salah seorang di antara kalian, maka janganlah ia berkata-kata kotor,
dan pula teriak-teriak!
Jika ada orang
yang mencaci makinya atau melawannya, maka hendaknya ia katakan (kepada orang
itu), “Sesungguhnya aku adalah orang yang berpuasa.”
[HR.
Al-Bukhoriy
(no. 1904), dan Muslim (no. 1151)]
Di dalam riwayat Muslim, Rasulullah –shallallahu
alaihi wa sallam- bersabda,
«فَوَالَّذِي
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَخُلْفَةُ فَمِ الصَّائِمِ، أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ
مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ
يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ
بِصَوْمِهِ»
“Demi Allah Yang
jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, benar-benar bau mulut orang yang berpuasa
adalah lebih harum di sisi Allah dibandingkan parfum kesturi.
Ada dua
kegembiraan yang dirasakan oleh orang yang berpuasa : (kegembiraan) saat ia
berbuka, dan (kegembiraan) saat ia berjumpa dengan Tuhannya; ia bergembira
dengan sebab puasanya.”
Muncul sebuah
pertanyaan, “Apa tujuan yang ingin kita gapai dari puasa kita?”
Tentu tujuan
kita adalah ingin menggapai taqwallah (bertakwa kepada).
Lalu apa takwa
itu?
Al-Hafizh Ibnu
Rajab Al-Hambaliy –rahimahullah-
berkata,
جامع العلوم والحكم ت
الأرنؤوط (1/ 398)
فَتَقْوَى الْعَبْدِ
لِرَبِّهِ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَا يَخْشَاهُ مِنْ رَبِّهِ مِنْ
غَضَبِهِ وَسُخْطِهِ وَعِقَابِهِ وِقَايَةً تَقِيهِ مِنْ ذَلِكَ وَهُوَ فِعْلُ
طَاعَتِهِ وَاجْتِنَابُ مَعَاصِيهِ.
“Takwanya
seorang hamba kepada Tuhannya adalah meletakkan sebuah pelindung antara dirinya
dengan sesuatu yang takutkan dari Tuhannya berupa kemurkaan, dan dan siksannya,
yaitu melakukan melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi
kedurhakaan-kedurhakaan kepada-Nya.” [Lihat Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (1/398)]
Dengan puasa
ini, Allah ingin membentuk kita menjadi manusia-manusia yang taat kepada-Nya
dengan menunaikan semua perkara yang diperintahkan dan dicintai oleh Allah,
serta menjauhi semua perkara yang Allah larang dan benci berupa dosa dan
maksiat.
Lantara itu,
Allah memerintahkan kita di bulan Ramadhan untuk mengisi hari-hari puasa kita
dengan berbagai ketaatan, dan melarang kita dari sesuatu yang asalnya halal (makan,
dan minum)agar kita mampu meninggalkan sesuatu yang asalnya memang haram berupa
dosa dan maksiat.
Siapapun yang
tidak memanfaatkan momen Ramadhan untuk mendekatkan diri kepada Allah, justru
ia menjauh dari Allah, maka itu adalah tanda bahwa ia tidak meraih takwa; yang
ia raih hanyalah rasa lapar dan haus.
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
سنن ابن ماجه (1/ 539)
1690 -
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ رَافِعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
الْمُبَارَكِ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ
لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ»
“Terkadang
orang yang puasa, tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya, melainkan rasa
lapar, dan terkadang orang yang shalat malam tidak ada yang ia dapatkan dari
sahalatnya, melainkan sekadar begadang.”
[HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (no. 1690). Hadits ini di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib (no. 1083)]
Ramadhan adalah
momen untuk memperbaiki diri dan membekali diri dengan amal-amal sholih.
Ramadhan adalah momen untuk bertobat dan meminta ampunan dari Allah –subahanahu
wa ta’ala-.
Siapa yang tidak
memanfaatkan Ramadhan untuk memperbaiki diri dan mengubah kebiasaan buruknya,
maka dia akan tergolong ke dalam
“khosirun” (orang-orang yang merugi). Karena, Ramadhan datang kepadanya,
tetapi ia tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam memperbanyak ketaatan
dan menjauhi dosa.
Mestinya Ramadhan
ia jadikan kesempatan dalam meraih keuntungan akhirat berupa pahala dan
keutamaan di sisi Allah –jalla wa alaa-, akan tetapi ia sia-siakan dalam
kelalaian, bahkan dalam dosa dan maksiat!
Sungguh
merugilah orang-orang yang seperti ini! Jika d dalam Ramadhan ia lalai, lalu di
waktu manakah ia akan memperbaiki diri dan meraih keutamaan?!
Orang yang lalai
di bulan Ramadhan ibarat seorang pedagang yang lalai di waktu datang musim
keuntungan. Ia justru bermain-main dan tidak peduli dengan dagangannya. Ia baru
tersadar saat semua pedagang telah kembali ke kampung halamannya dengan membawa
banyak keuntungan, sedangkan dirinya kembali dengan tangan kosong.
Jika di musim
keuntungan pahala saja kita lalai, lalu kapankah kita akan meraih pahala dan
keuntungan?
Nabi
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda dalam mengisayaratkan nasib orang-orang
yang lalai ini dalam sabdanya,
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ
دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Semoga hina
diri seseorang yang masuk padanya bulan Ramadhan. Kemudian Ramadhan pergi
sebelum dosa-dosanya diampuni.”
[HR.
At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 3545). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy
dalam Irwa’ Al-Gholil (no. 6), dan Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad
(no. 7451)]
Alangkah
meruginya orang ini! Mestinya ia mendapatkan ampunan melalui amal-amal sholih
yang ia tunaikan pada bulan Ramadhan, justru ia lalai dalam memperbanyak
amal-amal sholihnya!
Seyogianya ia
memohon ampunan dan maaf dari Allah –tabaroka wa ta’ala-, tetapi ia malah
mengisi Ramadhannya dengan kelalaian dan maksiat.
Jamaah shalat id
–rahimakumullah-,
Melalaui
Ramadhan ini, Allah ingin membentuk pribadi orang-orang beriman menjadi
orang-orang yang dekat kepada Allah –jalla wa alaa- melalui shalat malam yang
kita tunaikan selama Ramadhan. Itulah shalat sunnah yang kita tunaikan selepas
shalat Isya’, yang dikenal dengan “Shalat Tarwih”.
Ia tergolong ke
dalam “qiyamul lail” (shalat malam), karena ia ditunaikan pada malam hari.
Biasa juga dinamai dengan dengan shalat tahajjud jika ditunaikan di luar
Ramadhan selepas tidur.
Shalat malam ini
merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan wadah untuk memperbaiki
lahir dan batin kita.
Shalat malam ini
menghapuskan dosa-dosa kecil yang selama ini menumpuk, sekaligus ia merupakan
pengingat tentang negeri akhirat saat berdiri di padang Mahsyar, dan pencegah
dari niat-niat buruk saat ingin melakukan kemaksiatan.
سنن الترمذي ت شاكر (5/ 553)
«عَلَيْكُمْ
بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ
إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ»
“Jagalah shalat
malam kalian. Karena, dia adalah kebiasaan orang-orang sholih sebelum kalian;
dia merupakan pendekatan diri kepada Tuhan kalian, penebus kesalahan-kesalahan
kalian, dan pencegah bagi dosa.”
[HR.
At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 3549). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy
dalam Takhrij Misykah Al-Mashobih (no. 1227)]
Itulah hikmah
adanya shalat tarwih pada bulan suci Ramadhan. Allah ingin mendekatkan kita kepada-Nya
yang selama ini mungkin jauh dari-Nya, dan lalai dalam mengingat-Nya karena
banyaknya kesibukan dan pekerjaan yang melalaikan dan cukup menyibukkan.
Jamaah shalat id
–rahimakumullah-, ingatlah bahwa shalat tarwih yang kita tunaikan di bulan Ramadhan
dan juga shalat-sahalat sunnah lainnya akan membuat kita bahagia melebihi
kebahagiaan kita saat meraih cita-cita duniawi yang tertinggi.
Hari ini, kita
tidak terlalu merasakannya. Namun, suatu hari nanti saat kita sudah terkapar
tak berdaya; kita telah berada dalam gelapnya alam kubur dan saat kita berdiri
mempertanggungjawabkan semua ulah dan perbuatan kita di dunia, barulah ketika
itu kita menyesal dan tersadar bahwa ternyata shalat-shalat sunnah yang kita
lalaikan dahulu di dunia sangat bermanfaat bagi kita dalam kondisi genting
tersebut.
Datang sebuah
hadits dari sahabat yang mulia, Abu Hurairah Ad-Dausiy –radhiyallahu anhu-
bahwa Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- pernah melewati sebuah kuburan,
seraya berkata, “Siapakah pemilik kubur ini?”
Para sahabat
menjawab, “(Ini adalah kubur) si fulan.”
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- pun bersabda,
«رَكْعَتَانِ
أَحَبُّ إِلَى هَذَا مِنْ بَقِيَّةِ دُنْيَاكُمْ»
“Dua rakaat bagi
si penghuni kubur ini lebih ia sukai daripada seluruh dunia kalian.”
[HR.
Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (no. 920). Syaikh Al-Albaniy
menyatakan bahwa hadits ini hasan-shohih dalam kitab Shohih At-Targhib (no.
391)]
Dalam sebagian
riwayat, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
«رَكْعَتَانِ خَفِيفَتَانِ
مِمَّا تَحْقِرُونَ وَتَنْفِلُونَ يَزِيدُهُمَا هَذَا فِي عَمَلِهِ أَحَبُّ
إِلَيْهِ مِنْ بَقِيَّةِ دُنْيَاكُمْ»
“Dua rakaat
ringan yang kalian remehkan dan kalian melakukannya secara suka rela (yakni,
sebagai shalat sunnah) akan menjadi penambah pahala bagi si penghuni kubur ini
dalam amal-amalnya; (dua rakaat itu) lebih ia cintai dibandingkan seluruh dunia
kalian.”
[HR. Ibnul
Mubarok Al-Marwaziy dalam Az-Zuhd wa Ar-Roqo’iq (no. 31), Ibnu Abi
Syaibah dalam Al-Mushonnaf (no. 7633 dan 34702), Abu Nu’aim
Al-Ashbahaniy dalam Tarikh Ashbahan (2/276). Hadits ini di-shohih-kan
oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 1388)]
Ketahuilah bahwa shalat adalah
sebaik-baik ibadah dan syariat yang Allah tetapkan atas para hamba.
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
«الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ[1]،
فَمَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَسْتَكْثِرَ فَلْيَسْتَكْثِرَ»
“Shalat adalah
sebaik-baik perkara yang ditetapkan (dalam syariat). Karenanya, siapapun yang
mampu memperbanyak (shalatnya), maka hendaknya ia memperbanyak (shalatnya).”
[HR.
Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (no. 243). Di-hasan-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir (no. 3870)]
Shalat adalah
salah satu rukun Islam. Siapa saja yang meninggalkannya, maka Allah akan murka kepadanya.
Allah –azza wa
jalla- berfirman tentang penduduk neraka Saqor,
{مَا سَلَكَكُمْ
فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43)} [المدثر: 42، 43]
“Apa yang
menyebabkan kalian masuk ke dalam neraka Saqor? Mereka berkata, “Kami dahulu tidak
termasuk orang-orang mendirikan shalat.” (QS. Al-Muddatstsir : 42-43)
Rasulullah
–shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
سنن الترمذي ت شاكر (5/ 13)
2621
«العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا
وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ»
“Perjanjian
antara kami dengan mereka (kaum munafikin) adalah shalat. Lantaran itu, barang
siapa yang meninggalkan shalat, maka sungguh ia kafir.”
[HR.
At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 2621), dan yang lainnya. Hadits ini
di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam At-Ta’liqot Al-Hisan (no.
1452)]
Jamaah shalat id
–rahimakumullah-, inilah beberapa amal sholih dan ibadah yang Allah dan Rasul
–shallallahu alaihi wa sallam- inginkan dari para hamba-Nya dari bulan ini.
Allah ingin agar
kita menjadi hamba-hamba yang bertakwa; hamba-hamba yang senantiasa mendekatkan
diri kepada Allah, baik di bulan Ramadhan, ataukah pada bulan-bulan lainnya
sampai mau menjemput.
Empat amalan
yang kami sebutkan di atas : menjaga ucapan, memberi makan, terbiasa berpuasa,
dan bangkit shalat malam di tengah gulita saat manusia tidur dan lalai darinya.
Siapa saja yang
menjaga empat amalan ini, maka ia berhak mendapatkan kamar istimewa di dalam
istana surga.
Disebutkan dalam
sebuah hadits yang shohih dari sahabat yang mulia, Ali bin Abi Tholib
–radhiyallahu anhu-; ia berkata, “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam-
bersabda,
سنن الترمذي ت شاكر (4/ 354)
1984 - عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«إِنَّ فِي الجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى
ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا»،
فَقَامَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: لِمَنْ هِيَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ؟
قَالَ: «لِمَنْ أَطَابَ الكَلَامَ، وَأَطْعَمَ
الطَّعَامَ، وَأَدَامَ الصِّيَامَ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ»
“Sesungguhnya di
dalam surga terdapat kamar yang terlihat bagian luarnya dari dalam, dan bagian
dalamnya dari luar.”
Kemudian
bangkitlah seorang badui, seraya bertanya, “Untuk siapa kamar-kamar itu wahai
Rasulullah?”
Nabi
–shallallahu alaihi wa sallam- menjawab, “Kamar-kamar itu untuk orang yang
memperbaiki ucapannya, orang yang (gemar) memberi makan, orang yang senantiasa
berpuasa, dan orang yang shalat malam, sedangkan manusia tidur.”
[HR.
At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 1984 dan 2527). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrijul
Misykah (no. 1233)]
Empat amalan
ini, Allah –azza wa
jalla- perintahkan kepada orang-orang beriman pada bulan Ramadhan agar mereka
selepas Ramadhan terus-menerus mengerjakan amalan-amalan mulia ini sehingga mereka
tercatat sebagai hamba-hamba yang bertakwa. Karena, inilah tujuan ibadah puasa
yang kita tunaikan selama sebulan di bulan Ramadhan.
[1] قال المباركفوري _رحمه
الله_ في تحفة الأحوذي (8/ 184) : "أَفْضَلُ الْعِبَادَاتِ الصَّلَاةُ كَمَا
وَرَدَ فِي الصَّحِيحِ : «الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ»، أَيْ : خَيْرٌ مِنْ كُلِّ
مَا وَضَعَهُ اللَّهُ لِعِبَادِهِ لِيَتَقَرَّبُوا إِلَيْه." اهـ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar