Minggu, 24 April 2022

Khutbah Id 1443 H

 

Ada Apa

setelah Ramadhan?

 

 

Khutbah id 1443 h/2020 M

 

Ustadz Abdul Qodir, Lc.

(Pembina Ponpes Al-Ihsan Gowa)

 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

 

إنَّ الحمد لله؛ نحمده، ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، مَن يهده الله؛ فلا مضلَّ له، ومن يُضلل؛ فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.

 

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}.

 

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}.

 

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا}

 

«أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»

 

Jama’ah shalat id –rahimakumullah-, pada hari ini, kaum muslimin mengumandangkan takbir:

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله،

الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد

 

Kumandang takbir, tahlil dan tahmid ini membahana seantero dunia sebagai bentuk taqdis ‘penyucian’ bagi Allah, Pemilik alam semesta ini.

 

Kumandang takbir, tahlil, dan tahmid sebagai bentuk kesyukuran atas selesainya tugas mulia berupa puasa dan ibadah-ibadah lainnya selama Ramadhan.

 

Ramadhan adalah bulan ibadah dan bulan panen pahala bagi seluruh kaum muslimin. Di hari id ini, bergembiralah setiap mukmin yang mengisi hari-harinya dengan puasa, tarwih, sedekah, membaca Al-Qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya sehingga ia telah mencatatkan bekal terbaiknya ke negeri akhirat.

 

Jama’ah shalat id –rahimakumullah-, Ramadhan adalah bulan untuk berbenah diri dari yang buruk menjadi baik, dan dari baik menjadi semakin baik.

 

Seorang mukmin yang cerdik akan menjadikan Ramadhan adalah bulan yang ia melatih diri dalam mengontrol syahwat dan hawa nafsu yang sering kali menjemusukan manusia kepada berbagai keburukan.

 

Ia jadikan Ramadhan sebagai pintu untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah –jalla wa alaa-. Sebab, tidak ada kebaikan bagi seorang hamba, melainkan ia mendekatkan diri kepada Tuhannya.

 

Ramadhan membawa pesan-pesan mulia yang tersirat di dalamnya bahwa seorang hamba hendaknya memulia hidupnya kebaikan dan ibadah; kebaikan dan ibadah yang tidak hanya terhenti dan terbatas pada bulan Ramadhan, lalu terputus setelahnya! Sama sekali tidak demikian halnya!

 

Melalui Ramadhan ini Allah ingin membentuk pribadi dan karakter kita menjadi manusia-manusia yang penuh kebaikan dan keberkahan melalui ibadah-ibadah yang terdapat di dalamnya :

 

1/ Melalui Ramadhan ini, Allah ingin membentuk lisan kita agar tidak mengucapkan, melainkan sesuatu yang baik dan bermanfaat.

 

Oleh karena itu, Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- pernah mewanti-wanti kita agar dalam berpuasa lisan ini dilatih untuk tidak mengucapkan kalimat-kalimat kotor dan keji.

 

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

«وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ»

“Jika datang hari puasanya salah seorang di antara kalian, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata yang kotor, dan jangan pula berteriak-teriak. Lantaran itu, jika ada orang yang mencaci-makinya, atau melawannya, maka hendaknya ia katakan, “Sungguh aku ini orang yang puasa”.

[HR. Al-Bukhoriy dan (no. 1904), dan Muslim (no. 1151)]

 

Al-Qodhi Syuraih berkata,

وَإِنَّ هَانِئًا لَمَّا حَضَرَ رُجُوعُهُ إِلَى بِلَادِهِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَخْبِرْنِي بِأَيِّ شَيْءٍ يُوجِبُ لِيَ الْجَنَّةَ؟ قَالَ: «عَلَيْكَ بِحُسْنِ الْكَلَامِ، وَبَذْلِ الطَّعَامِ»

“Sesugguhnya Hani’ (ayah Syuraih), tatkala waktu kepulangannya ke kampung halamannya, maka ia pun mendatangi Nabi –shallallahu alaihin wa sallam- seraya bertanya, “Kabarilah aku tentang sesuatu apakah yang akan menyebabkan aku mendapatkan surga?”

Jawab Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, “Hendaknya engkau mengucapkan ucapan yang baik, dan memberi makan (kepada manusia).”

[HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (no. 811). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no. 2699)]

 

Hendaknya seorang mukmin senantiasa menjaga ucapannya dari kalimat-kalimat yang buruk. Sebab, ucapannya akan ia pertanggungjawabkan di negeri akhirat.

 

Ucapan adalah cermin bagi keimanan seorang hamba. Jika ucapannya baik dan indah, maka itu adalah tanda bahwa hatinya baik dan indah. Tidak mungkin seorang yang baik hatinya akan mengucapkan kata-kata yang keji dan buruk. Sebab, keimanan yang yang ada di hatinya akan mendorongnya mengucapkan kalimat-kalimat yang membuahkan pahala baginya di sisi Allah. Sedangkan kalimat-kalimat yang buruk akan ia jauhi; kalimat-kalimat yang melahirkan dosa bagi di sisi Allah.

 

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

«لاَ يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ، وَلاَ يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ».

“Tidak akan lurus keimanan seorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak akan lurus hatinya sampai lisannya lurus.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (no. 13048). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 2841)

 

Jamaah shalat id –rahimakumullah-, hendaknya setiap orang di antara kita mengingat bahwa banyak orang yang gampang mengucapkan kalimat-kalimat kotor dan buruk, sedang ia tidak menyadari bahwa dirinya akan disiksa gara-gara lisannya!

 

Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

المستدرك على الصحيحين للحاكم (4/ 319)

وَهَلْ يُكَبَّ النَّاسِ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ فِي جَهَنَّمَ إِلَّا مَا نَطَقَتْ بِهِ أَلْسِنَتُهُمْ فَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَسْكُتْ عَنْ شَرٍّ، قُولُوا خَيْرًا تَغْنَمُوا، وَاسْكُتُوا عَنْ شَرٍّ تَسْلَمُوا»

“Tidak ada yang membuat manusia tersungkur di atas wajahnya ke dalam neraka, melainkan karena sesuatu yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka!

Karena itu, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia mengucapkan yang baik atau diam dari ucapan yang buruk!

Ucapkanlah sesuatu yang baik, niscaya kalian akan mendapatkan ghanimah, dan diamlah dari sesuatu yang buruk, niscaya kalian akan selamat.”

[HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (no. 7774), dan hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 412)]

 

 

Di antara perkara yang akan menjaga dan menyelamatkan lisan kita adalah memperbanyak membaca kalamullah. Oleh karena itu, Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya di bulan Ramadhan memperbanyak membaca Al-Qur’an dan menamatkannya.

 

2/ Allah ingin membentuk diri kita menjadi orang yang peduli terhadap sesama melalui ibadah puasa yang kita tunaikan.

 

Puasa mengajarkan kita kepedulian terhadap orang-orang yang ada di sekitar kita, baik ia non-muslim, apalagi ia muslim.

 

Tidakkah kita merasakan lapar, dan haus? Tentu saja kita merasakannya. Nah, demikian pula orang-orang yang ada di sekitar kita; ada orang-orang yang susah dan miskin yang terkadang mereka makan hari, esok hari belum tentu. Ada di antara mereka yang hanya makan sekali dalam sehari saja. Bahkan ada di antara mereka yang berhari-hari dililit perihnya rasa lapar dan haus.

 

Dengan ibadah puasa ini, Allah ingin menumbuhkan kepedulian kita untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada sesama manusia.

 

Lantaran itu, di dalam Islam kita dianjurkan bersedekah dan berinfak kepada setiap insan yang memerlukan uluran tangan kita.

 

Ajaran berbagi ini tampak dalam Ramadhan ini melalui kegiatan buka puasa bersama, dan juga dalam zakat fitri yang kita salurkan kepada fakir miskin yang juga berhak merasakan kebahagiaan bersama kita hari ini dan hari-hari setelahnya.

Dari Zaid bin Kholid Al-Juhaniy –radhiyallahu anhu-; beliau berkata, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

«مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا»

أخرجه الترمذي (3/ 162) (رقم : 807)، وابن ماجه (1/ 555) (رقم : 1746)، وصححه الألباني في صحيح الترغيب والترهيب (1/ 623) (رقم : 1078)

“Siapapun yang memberikan makanan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang itu. Hanya saja hal itu tidak mengurangi sedikitpun dari pahala orang yang berpuasa itu.”

[HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 807), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (no. 1746). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (no. 1078)]

 

Memberi makan kepada manusia adalah amalan orang-orang sholih terdahulu.

 

Allah –azza wa jalla- berfirman,

{وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا (8) إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا (9)} [الإنسان: 8، 9]

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepada kalian hanyalah karena mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kalian. [QS. Al-Insaan : 8-9]

 

Allah –azza wa jalla- bukan hanya memerintahkan orang-orang beriman untuk memberi makan kepada orang-orang susah dari kalangan fakir miskin, anak-anak yatim, janda-janda yang lemah, dan orang-orang tua, atau tawanan, bahkan Allah mengancam dan mencela mereka yang kikir dalam memberi makan kepada mereka, sebagaimana yang Allah terangkan dalam firman-Nya,

{كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (17) وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (18) وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلًا لَمًّا (19) وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا (20)} [الفجر: 17 - 20]

“Sekali-kali tidak! Bahkan kalian tidak memuliakan anak yatim (17), dan kalian tidak saling mengajak memberi makan orang miskin (18), sedangkan kalian memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram) (19), dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan (20).” [QS. Al-Fajr : 17-20]

 

Muslim yang terbaik adalah mereka yang peduli terhadap kaum fakir dan miskin.

Dari Abdullah bin Amrradhiyallahu anhuma-,

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ: «تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ»

“Ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, ‘Islam apakah yang terbaik?’

Jawab Nabi –shallallahu alaihi wa sallam-, “Engkau memberi makan, dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang tidak kamu kenal.”

[HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 12), dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 39)]

 

Jamaah shalat id –rahimakumullah-,

 

3/ Melalui Ramadhan ini, Allah ingin membentuk kita menjadi insan-insan bertakwa dengan turunnya perintah berpuasa.

 

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ} [البقرة: 183]

“Wahai orang-orang yang beriman, telah ditetapkan bagi kalian berpuasa (di bulan Ramadhan) sebagaimana halnya telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh : 183)

 

Allah ta’ala memanggil kita dengan panggilan termulia, “Wahai orang-orang yang beriman...”. Karena, tidak yang siap menyambut panggilan dan perintah, melainkan orang-orang yang beriman.

 

Abdullah bin Mas’ud Al-Haudzaliy –radhiyallahu anhu- berkata,

«إِذَا سَمِعْتَ اللَّهَ _عَزَّ وَجَلَّ_ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ: {يَا أَيُّهَا الذين آمنوا}، فَأَصْغِ لَهَا سَمْعَكَ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ تُؤْمَرُ بِهِ، أَوْ شَرٌّ تُصْرَفُ عنه»

“Jika engkau mendengarkan Allah berfirman di dalam Kitab-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman”, maka pasanglah telingamu terhadap ayat itu! Karena, itu adalah kebaikan yang engkau akan diperintahkan dengannya, atau keburukan yang engkau akan dialihkan darinya.” [HR. Ibnu Manshur Al-Khurosaniy dalam Sunan-nya (1/211) (no. 50 dan 848)]

 

Ketika Allah memanggil kita dengan panggilan iman, maka pasti setelahnya akan ada pesan penting dan nasihat berharga. Nah, salah satu nasihat penting tersebut adalah perintah untuk berpuasa pada bulan Ramadhan.

 

Ketahuilah bahwa di dalam syariat puasa pasti terdapat manfaat bagi dunia dan akhirat kita. Di dunia, manfaat puasa amat terasa. Sebab :

* Puasa akan menumbuhkan semangat dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah –ta’ala-.

* Puasa akan melahirkan solidaritas di antara orang-orang beriman di seluruh belahan bumi.

* Puasa akan memupuk jiwa sosial dan kepedualiaan. Dengan merasakan lapar dan haus di siang hari Ramadhan saat kita berpuasa, maka hal ini akan mengingatkan kita tentang kesusahan dan penderitaan saudara-saudara kita yang miskin dan saudara-saudara kita yang mengalami kelaparan karena paceklik, peperangan atau karena sebab-sebab lainnya. Dari sini, kita akan terpanggil untuk selalu bersedekah dan berinfak pada bulan suci ini, dan pada bulan-bulan berikutnya.

* Puasa akan membantu kita dalam mengontrol dan mengekang hawa nafsu yang sering kali menjerumuskan manusia dalam dosa dan pelanggaran.

* Puasa yang merupakan salah satu bentuk kesabaran yang akan melahirkan banyak pahala, terlebih lagi jika ditunaikan karena Allah di bulan Ramadhan yang berkah ini.

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

صحيح البخاري (3/ 26)

1904 - حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ الزَّيَّاتِ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «قَالَ اللَّهُ: (كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ)، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ»

 

“Allah berfirman, “Setiap amalan anak cucu Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Karena, puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan memberinya balasan.

Puasa itu adalah perisai (dari neraka).

Jika datang hari puasanya salah seorang di antara kalian, maka janganlah ia berkata-kata kotor, dan pula teriak-teriak!

Jika ada orang yang mencaci makinya atau melawannya, maka hendaknya ia katakan (kepada orang itu), “Sesungguhnya aku adalah orang yang berpuasa.”

[HR. Al-Bukhoriy (no. 1904), dan Muslim (no. 1151)]

 

Di dalam riwayat Muslim, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

«فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَخُلْفَةُ فَمِ الصَّائِمِ، أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ»

“Demi Allah Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, benar-benar bau mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum di sisi Allah dibandingkan parfum kesturi.

Ada dua kegembiraan yang dirasakan oleh orang yang berpuasa : (kegembiraan) saat ia berbuka, dan (kegembiraan) saat ia berjumpa dengan Tuhannya; ia bergembira dengan sebab puasanya.”

 

Muncul sebuah pertanyaan, “Apa tujuan yang ingin kita gapai dari puasa kita?”

 

Tentu tujuan kita adalah ingin menggapai taqwallah (bertakwa kepada).

 

Lalu apa takwa itu?

 

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambaliy –rahimahullah- berkata,

جامع العلوم والحكم ت الأرنؤوط (1/ 398)

فَتَقْوَى الْعَبْدِ لِرَبِّهِ أَنْ يَجْعَلَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَا يَخْشَاهُ مِنْ رَبِّهِ مِنْ غَضَبِهِ وَسُخْطِهِ وَعِقَابِهِ وِقَايَةً تَقِيهِ مِنْ ذَلِكَ وَهُوَ فِعْلُ طَاعَتِهِ وَاجْتِنَابُ مَعَاصِيهِ.

“Takwanya seorang hamba kepada Tuhannya adalah meletakkan sebuah pelindung antara dirinya dengan sesuatu yang takutkan dari Tuhannya berupa kemurkaan, dan dan siksannya, yaitu melakukan melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi kedurhakaan-kedurhakaan kepada-Nya.” [Lihat Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (1/398)]

 

Dengan puasa ini, Allah ingin membentuk kita menjadi manusia-manusia yang taat kepada-Nya dengan menunaikan semua perkara yang diperintahkan dan dicintai oleh Allah, serta menjauhi semua perkara yang Allah larang dan benci berupa dosa dan maksiat.

 

Lantara itu, Allah memerintahkan kita di bulan Ramadhan untuk mengisi hari-hari puasa kita dengan berbagai ketaatan, dan melarang kita dari sesuatu yang asalnya halal (makan, dan minum)agar kita mampu meninggalkan sesuatu yang asalnya memang haram berupa dosa dan maksiat.

 

Siapapun yang tidak memanfaatkan momen Ramadhan untuk mendekatkan diri kepada Allah, justru ia menjauh dari Allah, maka itu adalah tanda bahwa ia tidak meraih takwa; yang ia raih hanyalah rasa lapar dan haus.

 

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

سنن ابن ماجه (1/ 539)

1690 - حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ رَافِعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ»

“Terkadang orang yang puasa, tidak ada yang ia dapatkan dari puasanya, melainkan rasa lapar, dan terkadang orang yang shalat malam tidak ada yang ia dapatkan dari sahalatnya, melainkan sekadar begadang.”  

[HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (no. 1690). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib (no. 1083)]

 

Ramadhan adalah momen untuk memperbaiki diri dan membekali diri dengan amal-amal sholih. Ramadhan adalah momen untuk bertobat dan meminta ampunan dari Allah –subahanahu wa ta’ala-.

 

Siapa yang tidak memanfaatkan Ramadhan untuk memperbaiki diri dan mengubah kebiasaan buruknya, maka dia akan tergolong ke dalam  “khosirun” (orang-orang yang merugi). Karena, Ramadhan datang kepadanya, tetapi ia tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam memperbanyak ketaatan dan menjauhi dosa.

 

Mestinya Ramadhan ia jadikan kesempatan dalam meraih keuntungan akhirat berupa pahala dan keutamaan di sisi Allah –jalla wa alaa-, akan tetapi ia sia-siakan dalam kelalaian, bahkan dalam dosa dan maksiat!

 

Sungguh merugilah orang-orang yang seperti ini! Jika d dalam Ramadhan ia lalai, lalu di waktu manakah ia akan memperbaiki diri dan meraih keutamaan?!

 

Orang yang lalai di bulan Ramadhan ibarat seorang pedagang yang lalai di waktu datang musim keuntungan. Ia justru bermain-main dan tidak peduli dengan dagangannya. Ia baru tersadar saat semua pedagang telah kembali ke kampung halamannya dengan membawa banyak keuntungan, sedangkan dirinya kembali dengan tangan kosong.

 

Jika di musim keuntungan pahala saja kita lalai, lalu kapankah kita akan meraih pahala dan keuntungan?

 

Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda dalam mengisayaratkan nasib orang-orang yang lalai ini dalam sabdanya,

وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

“Semoga hina diri seseorang yang masuk padanya bulan Ramadhan. Kemudian Ramadhan pergi sebelum dosa-dosanya diampuni.”

[HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 3545). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Irwa’ Al-Gholil (no. 6), dan Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad (no. 7451)]

 

Alangkah meruginya orang ini! Mestinya ia mendapatkan ampunan melalui amal-amal sholih yang ia tunaikan pada bulan Ramadhan, justru ia lalai dalam memperbanyak amal-amal sholihnya!

 

Seyogianya ia memohon ampunan dan maaf dari Allah –tabaroka wa ta’ala-, tetapi ia malah mengisi Ramadhannya dengan kelalaian dan maksiat.

 

Jamaah shalat id –rahimakumullah-,

 

Melalaui Ramadhan ini, Allah ingin membentuk pribadi orang-orang beriman menjadi orang-orang yang dekat kepada Allah –jalla wa alaa- melalui shalat malam yang kita tunaikan selama Ramadhan. Itulah shalat sunnah yang kita tunaikan selepas shalat Isya’, yang dikenal dengan “Shalat Tarwih”.

 

Ia tergolong ke dalam “qiyamul lail” (shalat malam), karena ia ditunaikan pada malam hari. Biasa juga dinamai dengan dengan shalat tahajjud jika ditunaikan di luar Ramadhan selepas tidur.

 

Shalat malam ini merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan wadah untuk memperbaiki lahir dan batin kita.

 

Shalat malam ini menghapuskan dosa-dosa kecil yang selama ini menumpuk, sekaligus ia merupakan pengingat tentang negeri akhirat saat berdiri di padang Mahsyar, dan pencegah dari niat-niat buruk saat ingin melakukan kemaksiatan.

 

سنن الترمذي ت شاكر (5/ 553)

«عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ»

“Jagalah shalat malam kalian. Karena, dia adalah kebiasaan orang-orang sholih sebelum kalian; dia merupakan pendekatan diri kepada Tuhan kalian, penebus kesalahan-kesalahan kalian, dan pencegah bagi dosa.”

[HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 3549). Di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Misykah Al-Mashobih (no. 1227)]

 

Itulah hikmah adanya shalat tarwih pada bulan suci Ramadhan. Allah ingin mendekatkan kita kepada-Nya yang selama ini mungkin jauh dari-Nya, dan lalai dalam mengingat-Nya karena banyaknya kesibukan dan pekerjaan yang melalaikan dan cukup menyibukkan.

 

Jamaah shalat id –rahimakumullah-, ingatlah bahwa shalat tarwih yang kita tunaikan di bulan Ramadhan dan juga shalat-sahalat sunnah lainnya akan membuat kita bahagia melebihi kebahagiaan kita saat meraih cita-cita duniawi yang tertinggi.

 

Hari ini, kita tidak terlalu merasakannya. Namun, suatu hari nanti saat kita sudah terkapar tak berdaya; kita telah berada dalam gelapnya alam kubur dan saat kita berdiri mempertanggungjawabkan semua ulah dan perbuatan kita di dunia, barulah ketika itu kita menyesal dan tersadar bahwa ternyata shalat-shalat sunnah yang kita lalaikan dahulu di dunia sangat bermanfaat bagi kita dalam kondisi genting tersebut.

 

Datang sebuah hadits dari sahabat yang mulia, Abu Hurairah Ad-Dausiy –radhiyallahu anhu- bahwa Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- pernah melewati sebuah kuburan, seraya berkata, “Siapakah pemilik kubur ini?”

Para sahabat menjawab, “(Ini adalah kubur) si fulan.”

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- pun bersabda,

«رَكْعَتَانِ أَحَبُّ إِلَى هَذَا مِنْ بَقِيَّةِ دُنْيَاكُمْ»

“Dua rakaat bagi si penghuni kubur ini lebih ia sukai daripada seluruh dunia kalian.”

[HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (no. 920). Syaikh Al-Albaniy menyatakan bahwa hadits ini hasan-shohih dalam kitab Shohih At-Targhib (no. 391)]

 

Dalam sebagian riwayat, Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

«رَكْعَتَانِ خَفِيفَتَانِ مِمَّا تَحْقِرُونَ وَتَنْفِلُونَ يَزِيدُهُمَا هَذَا فِي عَمَلِهِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ بَقِيَّةِ دُنْيَاكُمْ»

“Dua rakaat ringan yang kalian remehkan dan kalian melakukannya secara suka rela (yakni, sebagai shalat sunnah) akan menjadi penambah pahala bagi si penghuni kubur ini dalam amal-amalnya; (dua rakaat itu) lebih ia cintai dibandingkan seluruh dunia kalian.”

[HR. Ibnul Mubarok Al-Marwaziy dalam Az-Zuhd wa Ar-Roqo’iq (no. 31), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (no. 7633 dan 34702), Abu Nu’aim Al-Ashbahaniy dalam Tarikh Ashbahan (2/276). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 1388)]

 

Ketahuilah bahwa shalat adalah sebaik-baik ibadah dan syariat yang Allah tetapkan atas para hamba.

 

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

«الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ[1]، فَمَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَسْتَكْثِرَ فَلْيَسْتَكْثِرَ»

“Shalat adalah sebaik-baik perkara yang ditetapkan (dalam syariat). Karenanya, siapapun yang mampu memperbanyak (shalatnya), maka hendaknya ia memperbanyak (shalatnya).”

[HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (no. 243). Di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir (no. 3870)]

 

Shalat adalah salah satu rukun Islam. Siapa saja yang meninggalkannya, maka Allah akan murka kepadanya.

 

Allah –azza wa jalla- berfirman tentang penduduk neraka Saqor,

{مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43)} [المدثر: 42، 43]

“Apa yang menyebabkan kalian masuk ke dalam neraka Saqor? Mereka berkata, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang mendirikan shalat.” (QS. Al-Muddatstsir : 42-43)

 

Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

سنن الترمذي ت شاكر (5/ 13)

2621

«العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ»

“Perjanjian antara kami dengan mereka (kaum munafikin) adalah shalat. Lantaran itu, barang siapa yang meninggalkan shalat, maka sungguh ia kafir.”

[HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 2621), dan yang lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam At-Ta’liqot Al-Hisan (no. 1452)]

 

Jamaah shalat id –rahimakumullah-, inilah beberapa amal sholih dan ibadah yang Allah dan Rasul –shallallahu alaihi wa sallam- inginkan dari para hamba-Nya dari bulan ini.

 

Allah ingin agar kita menjadi hamba-hamba yang bertakwa; hamba-hamba yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, baik di bulan Ramadhan, ataukah pada bulan-bulan lainnya sampai mau menjemput.

 

Empat amalan yang kami sebutkan di atas : menjaga ucapan, memberi makan, terbiasa berpuasa, dan bangkit shalat malam di tengah gulita saat manusia tidur dan lalai darinya.

 

Siapa saja yang menjaga empat amalan ini, maka ia berhak mendapatkan kamar istimewa di dalam istana surga.

 

Disebutkan dalam sebuah hadits yang shohih dari sahabat yang mulia, Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu anhu-; ia berkata, “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

سنن الترمذي ت شاكر (4/ 354)

1984 - عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

«إِنَّ فِي الجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا»،

فَقَامَ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: لِمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟

قَالَ: «لِمَنْ أَطَابَ الكَلَامَ، وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَأَدَامَ الصِّيَامَ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ»

“Sesungguhnya di dalam surga terdapat kamar yang terlihat bagian luarnya dari dalam, dan bagian dalamnya dari luar.”

Kemudian bangkitlah seorang badui, seraya bertanya, “Untuk siapa kamar-kamar itu wahai Rasulullah?”

Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- menjawab, “Kamar-kamar itu untuk orang yang memperbaiki ucapannya, orang yang (gemar) memberi makan, orang yang senantiasa berpuasa, dan orang yang shalat malam, sedangkan manusia tidur.”

[HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 1984 dan 2527). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrijul Misykah (no. 1233)]

 

Empat amalan ini, Allah –azza wa jalla- perintahkan kepada orang-orang beriman pada bulan Ramadhan agar mereka selepas Ramadhan terus-menerus mengerjakan amalan-amalan mulia ini sehingga mereka tercatat sebagai hamba-hamba yang bertakwa. Karena, inilah tujuan ibadah puasa yang kita tunaikan selama sebulan di bulan Ramadhan.

 

 

 

 



[1]  قال المباركفوري _رحمه الله_ في تحفة الأحوذي (8/ 184) : "أَفْضَلُ الْعِبَادَاتِ الصَّلَاةُ كَمَا وَرَدَ فِي الصَّحِيحِ : «الصَّلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوعٍ»، أَيْ : خَيْرٌ مِنْ كُلِّ مَا وَضَعَهُ اللَّهُ لِعِبَادِهِ لِيَتَقَرَّبُوا إِلَيْه." اهـ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar